top of page

Acharya Shantideva : Sang Penuntun Jalan Bodhisattva (1)


Semoga permata bodhicitta yang berharga

Terlahir pada mereka yang belum memilikinya

Dimana ia telah lahir, semoga ia tak akan merosot

Dimana ia tak merosot, semoga tumbuh berkembang selama-lamanya

~Doa pengembangan bodhicitta - BODHICHARYAVATARA~


Acharya Shantideva lahir di kota Saurastra, sebelah barat Buddhagaya. Ia adalah putra dari Maharaja Kushalavarmana dan ibu yang merupakan penjelmaan Vajrayogini. Sejak masa kanak-kanak Pangeran Shantivarman menunjukkan kemahiran dalam segala cabang pengetahuan. Dalam usianya yang keenam, ia bertemu dengan seorang yogi di mana untuk pertama kalinya ia memperoleh abhiseka serta ajaran tentang sadhana Arya Manjushri dan ia kemudian menjalankan praktik ini hingga akhirnya ia dapat melihat penampakan Arya Manjushri dan menerima berbagai ajaran darinya.


Pangeran Shantivarman adalah putra mahkota, sehingga setelah kemangkatan ayahnya, diadakan persiapan untuk menobatkannya menduduki takhta kerajaan. Menjelang penobatan tersebut Arya Manjushri menampakkan diri kepadanya di dalam sebuah mimpi. Arya Manjushri tampak duduk di atas takhta istana dan berkata, “Takhta ini milikku, karena aku Gurumu. Tidak pantas bila kita duduk bersama dalam satu takhta.” Di malam yang sama, Dewi Tara menampakkan diri kepadanya dalam rupa ibunya di dalam mimpi. Ia menyiramkan air panas ke kepalanya dengan berkata, “Menjadi raja laksana air panas dari neraka, seperti itulah keadaan yang akan engkau masuki.” Saat terbangun ia melihat kerajaannya sebagai sebatang pohon beracun dan bermaksud meninggalkan kerajaannya.


Dua puluh satu hari setelah pelariannya dari istana, Shantivarman merasa kehausan dan hendak mencari air. Ia menemukan mata air di tengah hutan, saat hendak minum, seorang gadis muncul dan memperingatkannya agar tidak meminum air tersebut karena beracun. Ia memberinya air bersih untuk menghilangkan dahaganya, kemudian mengantarkannya kepada seorang yogi yang tinggal di hutan itu. Yogi ini memberinya abhiseka, yang menyebabkan terbukanya banyak pintu kebijaksanaan dan samadhinya. Yogi tersebut sesungguhnya penjelmaan dari Arya Manjushri sendiri, sedangkan gadis itu penjelmaan dari Dewi Tara.


Pada saat ia meninggalkan hutan, Shantivarman membawa serta sebilah pedang kayu yang merupakan simbol kebijaksanaan Arya Manjushri. Ia pergi menuju kerajaan Pancamasimha. Raja negeri tersebut memandang Shantivarman sebagai seorang yang sangat bijaksana serta cakap dalam segala pengetahuan duniawi, kemudian menjadikannya sebagai salah satu menterinya. Shantivarman menerima kedudukan itu dan dalam tugasnya ia memperkenalkan ketrampilan dalam seni kerajinan ke dalam kerajaan.


Meskipun Shantivarman telah menjalankan semua tugasnya sesuai tanggung jawabnya, seorang menteri lain yang selalu merasa iri dengan dirinya memberitahu raja bahwa Shantivarman adalah seorang penipu. Buktinya pedang yang dibawanya hanyalah sebilah pedang kayu. Untuk membuktikan kebenaran ini, raja meminta semua menteri agar memperlihatkan pedangnya. Shantivarman memperingatkan sang raja bahwa melihat pedangnya akan menyebabkan kemalangan, akan tetapi raja tidak menghiraukannya, bahkan menyuruhnya menuruti perintah kerajaan. “Baiklah kalau begitu,” katanya kepada raja, “pejamkan matamu sebelah kanan dan lihatlah dengan mata sebelah kiri.” Raja melakukannya, setelah melihat bilah pedang kayu yang bersinar terang matanya yang sebelah kiri terlepas. Shantivarman mengambilnya dan mengembalikannya ke dalam kelopak matanya, dan memulihkannya seperti semula. Raja baru sadar bahwa Shantivarman adalah seorang Siddha sehingga keyakinan muncul dalam dirinya. Ia kemudian mempersembahkan berbagai persembahan kepada Shantivarman serta memintanya agar tetap tinggal, namun Shantivarman tidak bersedia. Shantivarman meminta agar raja memerintah Negara sesuai Dharma dan menganjurkan agar mendirikan dua puluh pusat Dharma. Setelah kejadian itu Shantivarman pergi ke Nalanda.


Di vihara Nalanda ia mengangkat pratimokshasila dari kepala vihara Jayadeva dan memperoleh nama upasampada Shantideva. Selama berada di Vihara Nalanda, ia menerima berbagai ajaran dari Arya Manjushri, dan mencapai realisasi semua bagian terpenting baik sutra maupun tantra. Dengan mengabaikan seluruh aspek internal maupun eksternal, ia mencapai realisasi tertinggi dari Sang Jalan.


Di mata orang biasa ia hanya tampak sebagai orang yang makan nasi lima kali sehari, tidak bekerja, belajar, maupun meditasi. Hal ini membuat beberapa orang bhiksu memanggilnya “Bhusuku” yang artinya orang yang hanya tidur, makan dan jalan-jalan. Karena belum memiliki mata batin mereka tidak dapat melihat realisasinya, mereka berkata satu sama lain. “Shantideva tidak mengerjakan ketiga kegiatan yang diwajibkan bagi seorang bhiksu. Ia harus diusir dari Vihara.” Namun karena akan sangat sulit mengusirnya dari Vihara, mereka merencanakan akan mempermalukannya di hadapan umum, sehingga ia akan pergi dengan sendirinya. Rencana mereka adalah meminta kepada setiap bhiksu melafalkan sutra, menyangka Shantideva tak akan dapat melafalkannya, sehingga ia akan merasa malu, lalu pergi.













Disadur dari Bodhicharyavatara : Penuntun Jalan Hidup Bodhisattva terjemahan Upashaka Pandita Samtijnana. DIterbitkan oleh Yayasan Bhumisambhara, 2002


Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
Archive
Search By Tags
No tags yet.
bottom of page