top of page

VYAGHRI JATAKA (bag 2): PERBUATAN KETANPAAKUAN SANG BODHISATWA AGUNG


Siswanya pergi seperti yang diperintahkannya, tak menyangka bahwa Bodhisatwa menjauhkan dirinya dengan alasan yang sama sekali berbeda. Karena Bodhisatwa berpikir, “Mengapa aku harus mencari daging dari tubuh makhluk lain bila tubuhku sendiri tersedia? Mencari daging makhluk lain belum dapat dipastikan, dan aku akan kehilangan kesempatan untuk menolong. Tubuh sesungguhnya lemah, tak memuaskan, selamanya kotor dan penyebab derita. Sungguh bodoh tak menggunakannya demi kebajikan makhluk lain.”


“Hanya dua alasan yang membuat orang mengabaikan penderitaan makhluk lain, yaitu adanya keterikatan, dan ketidaksanggupan untuk memberikan apa yang dibutuhkan; bilamana aku mempunyai kemampuan untuk menolong, mengapa aku tidak melakukannya?”

“Bahkan bila mereka yang menderita itu telah melakukan suatu kejahatan yang berat, aku tak dapat menahan apa yang kumiliki; hatiku akan terbakar oleh rasa sesal tiada terkira, seperti semak kering yang dilalap api. Karenanya, aku akan mencegah penyebab penderitaan ini dan menjatuhkan diriku sendiri dari atas tebing ini. Tubuhku akan mencegah harimau itu memakan anak-anaknya sendiri dan menghindarkan anak-anaknya mati ditaring ibunya.”


“Perbuatan ini akan membesarkan hati mereka-mereka yang berusaha untuk menolong dunia, sekaligus menjadi teladan bagi mereka yang lemah dalam berusaha. Ini akan diingat oleh mereka yang mengerti arti kemurahan hati, dan akan memacu pikiran kebajikan. Perbuatan ini akan membuat kecewa Mara dan menggembirakan para sahabat yang memiliki sifat-sifat kebuddhaan, membuat malu mereka yang mementingkan diri sendiri, sombong serta penuh nafsu. Ini akan memberikan dorongan keyakinan kepada para praktisi Mahayana, membuat bingung mereka yang mencela kemurahan hati. Pada saat yang sama, ini akan membersihkan jalan menuju kelahiran di alam surga bagi mereka yang senang dalam beramal dana. Aku akan memenuhi kehendak agungku, yaitu membawa kebajikan bagi makhluk lain menggunakan tubuhku sendiri, dengan demikian aku akan dapat mencapai Pencerahan Agung.”


“Sebagaimana matahari yang memupus kegelapan dan membawa terang, demikian pula semoga perbuatan ini mengakhiri penderitaan dunia, membawa kebahagiaan selama-lamanya. Aku tidak melakukan perbuatan ini demi pujian atau harapan akan kedudukan, bukan pula demi ketenaran serta kebahagiaan kekal, perbuatan ini semata-mata demi kebajikan seluruh semesta, sehingga kebahagiaannya akan terus berkembang setiap kali kisah ini dituturkan.”


Selanjutnya, untuk membuat takjub bahkan para dewa yang cinta kedamaian, Bodhisatwa menjatuhkan dirinya dari bibir bukit, dengan demikian telah memberikan hidupnya sendiri. Rubuhnya, saat membentur bumi, menimbulkan suara gaduh yang mengejutkan harimau, mengurungkan niatnya yang semula, lalu mencari dan menemukan Bodhisatwa, ia kemudian mulai memakannya.


Ajita segera datang dengan tangan kosong tak dapat menemukan daging apa pun. Ia memanggil-manggil gurunya, akan tetapi tak ada jawaban yang terdengar. Lalu pandangannya jatuh ke arah bawah, ia menyaksikan gurunya sedang disantap oleh harimau. Rasa sedih serta duka memenuhi hatinya, namun demikian ia merasa takjub pada perbuatan tiada mementingkan diri luar biasa yang begitu agungnya.


“Betapa berbelas kasihnya Sang Mahasatwa terhadap makhluk hidup yang sengsara, dan betapa bedanya terhadap nasib dirinya sendiri! Betapa berani dan perwira wujud belas kasihnya! Ia memiliki sila kebajikan sempurna, melampaui segala keagungan makhluk lain. Tubuhnya, yang begitu berharga oleh kebajikannya, kini telah berubah menjadi bejana yang patut untuk dipuja setinggi-tingginya.”


“Betapa tegar dan seimbang batinnya, sekokoh bumi, namun demikian ia begitu tergetar oleh penderitaan makhluk lain! Betapa tak sempurnanya batinku sendiri bersikap terhadap perbuatan agungnya yang penuh keberanian ini. Sesungguhnya, makhluk hidup tak perlu lagi menderita dalam perlindungannya. Berdasarkan kekuatan penolakan samsaranya, ia menaklukkan segala penderitaan dan juga Mara, sumber segala keinginan, yang tak kan bangkit dengan mudah, telah ditundukkan serta dikalahkan. Mari memuja dengan berbagai cara kepada Mahasatwa atas kebajikannya yang tiada tara dan tiada terhingga, karena dialah pelindung bagi semua makhluk.”


Dalam ketakjubannya atas perbuatan agung Bodhisatwa, para siswanya bersama-sama dengan para Gandharva, Yaksa, Naga, dan para Raja Dewa emnutupi tanah tempat harta tulang belulang Bodhisatwa dengan untaian bunga, kain warna-warni, hiasan permata serta serbuk cendana. Memenuhi angkasa dengan lantunan puji-pujian, mereka takjub atas perbuatan tanpa keakuan yang telah dilakukan oleh Bodhisatwa.


Dalam kisah ini, kita dapat mengetahui betapa Sang Buddha, bahkan dalam kehidupannya yang lampau, telah menunjukkan sikap belas kasihnya kepada semua makhluk. Melihat belas kasih agung yang demikian, menimbulkan keyakinan tak tergoyahkan kepadanya, dan dengan keyakinan ini timbullah kesukacitaan yang tertuju pada Sang Buddha. Dengan jalan inilah keyakinan dikembangkan.

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
Archive
Search By Tags
No tags yet.
bottom of page