top of page

CHEKAWA YESHE DORJE (1) : Praktisi Jalan Mahayana Yang Tidak Lazim Dan Tidak Didapatkan Di Tempat La


Chekawa, Pelindung instruksi batin pencerahan,

O Engkau yang memenuhi harapan semua makhluk,

Aku memohon padamu!



Chekawa lahir di keluarga Ja di tanah Loro, pada tahun Ular-Besi-Betina (1101). Sejak kecil, beliau telah memiliki pengabdian mendalam terhadap Dharma dan menerima berbagai ajaran bahkan sebelum mengambil sila apapun. Pada masa kecilnya di Loro, beliau adalah murid Rechungpa. Beliau ditahbiskan sebagai sramanera (Tib. dge tsul) di Loro Zhingsar oleh Tsewerwa yang bertindak sebagai kepala biara dan Dagpo Tsangdul sebagai pembimbing. Mereka lalu memberinya nama Yeshe Dorje. Ketika Rechungpa pindah ke Nyel, Chekawa turut serta sebagai pelayannya. Disana mereka bergabung dengan komunitas spiritual Nor Jetsun Bhora, yang dipimpin oleh Ngok Lotsawa. Di persamuan ini, banyak guru spiritual yang terlibat mendiskusikan Dharma. Melalui pengalaman awal ini, keyakinan kuat muncul dalam diri Chekawa muda, dan beliau pun mengatur perjalanan untuk mengembangkan aktivitas spiritualnya.


Meskipun bercita-cita menjadi bhiksu yang ditahbiskan penuh, permohonan awal Chekawa agar ditahbiskan tidaklah dikabulkan. Beliau lalu memohon kepada Dagpo Tsangdul dan Tsarong Joten untuk bersedia menjadi pembimbing dan kepala biara, sehingga dengan cara inilah beliau memperoleh sila pentahbisan penuh sebagai bhiksu. Sedangkan instruksi vinaya-nya diberikan oleh Shami.


Chekawa bergabung dengan parsamuan agung di Yarlung dimana beliau menerima sejumlah ajaran, termasuk ulasan terhadap Ikhtisar Pengetahuan yang Lebih Tinggi karya Asanga (Skt, Abhidharmasammucaya), berkali-kali dari kedua saudara Nyek. Di sini pula untuk pertama kalinya Chekawa mendengar ajaran Delapan Bait (Tib. Tshig-brgyad-ma) dari seorang bhiksu bernama Nyang Chakshingwa. Meskipun gagal merealisasikan maknanya, Chekawa dikemudian hari sadar bahwa dengan mendengarkan bait-bait tersebut, menjadi penyebab bangkitnya keyakinan dan kekaguman pada tradisi Kadam dalam dirinya.


Selama empat tahun Chekawa tinggal bersama guru spiritual Dolpa dan Lungmepa, melayani dan memohon bimbingan mereka. Akan tetapi beliau masih berkeinginan kuat untuk melanjutkan pencariannya pada ajaran Kadam dan sumber dari Delapan Baris. Ketika tinggal dengan Draipa, sebagai bhiksu yang bertanggung jawab melaksanakan upacara, beliau mengungkapkan harapan ini. Draipa lalu menjalankan ritual torma dan berkata, "Sekarang engkau tidak akan gagal untuk menemukan seorang guru, meski engkau terbakar di neraka Avica sekalipun. Kalau tidak demikian, aku tidak memiliki kekuatan sedikitpun untuk memberkahi.”


Chekawa memutuskan bepergian ke Uru. Suatu hari, saat sedang tinggal di losmen di Lhasa, beliau tanpa sengaja mendengar seseorang melafalkan Delapan Bait.


“Bait siapakah itu?" tanya Chekawa.


"Bait Langri Thangpa," jawabnya. "Namun beliau telah wafat.”


Chekawa lalu bertanya realisasi siapa yang dianggap paling tinggi. Beliau memperoleh jawaban bahwa realisasi Nyen yang dianggap paling tinggi. Sehingga Chekawa pun berencana mengunjungi Biara Langthang, yang didirikan oleh Langri Thangpa. Namun beliau kemudian mendengar bahwa Nyen, sang guru vinaya, sedang berselisih dengan guru sutra tentang kepemimpinan biara. Karena situasinya dianggap kurang baik, Chekawa mencari bimbingan ke tempat lain. Beliau berpindah ke berbagai tempat, termasuk Serthok, Jomo, dan Tsarna. Suatu hari, beliau berjumpa sekelompok biksu dari biara Sharawa yang sedang berdagang. Lalu Chekawa memutuskan untuk turut serta dalam perjalanan mereka ke Sho.


Di tempat ini, pada usia ke 30, di tahun Anjing-Besi-Jantan (1130) Chekawa berjumpa dengan guru Sharawa, yang saat itu berusia 61 tahun. Pada musim panas itu, Chekawa menghadiri pembabaran Dbarma oleh sang guru tentang Tingkatan Pendengar (Skt. Sravakabhumi) karya Asanga, namun tidak merasa tersentuh olehnya. Karena merasa ragu akan menemukan ajaran yang dicari di biara Sharawa dan karena belum memiliki kesempatan untuk mengajukan permohonan, beliau sempat berpikir untuk meneruskan pencariannya di tempat lain. Pada suatu hari para bhiksu keluar untuk menghadiri suatu peringatan. Chekawa tidak ikut dan tanpa sengaja berjumpa Sharawa saat melakukan pradaksina di stupa. Melihat kesempatan tersebut, Chekawa membentangkan jubah atasnya di tanah dan menyapa sang guru, “Mohon, duduk disini!”


“Saat duduk di sana, apa yang harus kulakukan?" jawab Sharawa.


“Berikan aku nasihat!”


“Semua nasihat sudah diberikan dari singgasana mengajar.” Sharawa terus memutar biji-biji pohon bodhi di rangkaian mala -nya. “Apa yang tidak jelas?”


Chekawa menjawab, “Aku dengar Geshe Potowa mempraktekkan sebuah ajaran bernama lojong (latihan batin)” Beliau lalu mengulangi bait-bait yang didengar di losmen, “‘Berikan kejayaan dan kemenangan pada pihak lain, dan terima kekalahan serta pukulan untuk dirimu sendiri.’ Aku mendengar bait demikian dan menghargainya. Meski aku tidak mampu melakukannya, tetap saja, kadang-kadang bait tersebut telah membantu saat aku tidak mampu menemukan perlindungan, Apakah itu suatu jalan?


"Penghormatan atau penilaian burukmu, bukanlah urusanku, wahai guru cendekiawan!" jawab Sharawa, sambil terus memutar mala. "Beda persoalannya jika engkau tidak beraspirasi mencapai kebuddhaan, Namun jika engkau memiliki aspirasi tersebut, bagaimana engkau dapat memperoleh pencerahan sempurna tanpa melatih batin dan mempertahankan pandangan seperti ini?


Chekawa merasa yakin bahwa Sharawa memiliki realisasi mendalam yang luar biasa.


“Hal ini cukup untuk sekarang," ujar Sharawa.


Chekawa memohon dengan sangat, "Bagi mereka yang mengandalkan sumber tekstual, adakah kutipan untuk mendukung pandangan ini?"


"Siapa yang tidak meyakini Acarya Nagarjuna sebagai sumber?" jawab Sharawa. "Bukankah beliau berkata, ‘Semoga karma buruk mereka matang pada diriku! Semoga semua karma baikku matang pada diri mereka!"


“Kalau begitu mohon ajariku instruksi-instruksi ajaran ini.”


"Oh, lindungilah dirimu dari kemalangan! Aku akan memberikan instruksi-instruksi rahasia padamu, namun secara bertahap.”


Chekawa melayani guru Sharawa selama dua belas tahun. Sepanjang waktu ini Sharawa terus-menerus mengajarkan bait-bait lojong pada Chekawa, sehingga pemahaman mendalam pun muncul dalam batinnya. Belakangan Chekawa mengingat bahwa selama bertahun-tahun masa pencarian, beliau tidak pernah merasa puas dengan instruksi-instruksi yang diperolehnya. Namun saat mendapat instruksi dari Sharawa, beliau merasa sangat yakin. Beliau merasa tidak ada ajaran yang lebih unggul dari ajaran ini. Beliau merasa lega: "Tidak haus lagi untuk mendengar ajaran-ajaran lain.” Ketika menghadiri sesi pembabaran Dharma tentang Uttaratantra (Risalah Kesatuan Agung karya Maitreya) oleh Sharawa, Chekawa mendengar gurunya berkata: “Kebahagiaan dan kebajikan kita seharusnya diberikan pada makhluk-makhluk lain, guru-guru kita. Karma buruk dan penderitaan semua makhluklah yang seharusnya kita ambil. Jika mampu mempraktekkan ini dalam batinmu, maka lakukanlah!” Chekawa lalu berkata, “Kata-kata ini diucapkan guruku demi diriku; pendengar lain tentu tidak memahaminya.” Hal ini membuatnya sangat sedih.


Sumber:

Byang-chub lam gyi rim-pa’I bla-,a bru=yud-pa’i rnam-par thar-pa rgyal bstan mdzes-pa-i rgyan mchog phul byung no bu’i phreng ba (lam rnam), karya Yongzin Yeshe Gyeltsen.

Karya asli berbahasa Inggris dikoordinasikan oleh Marie-Stella Boussemart berdasarkan petunjuk Venerable Dagpo Lama Rinpoche

Terjemahan dari Bahasa Prancis ke Inggiris kemudian ke Bahasa Indonesia oleh Tim Penerjemah di Yayasan Suvarna Dharma Chandra Loka, Bali-Indonesia

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
Archive
Search By Tags
No tags yet.
bottom of page