top of page

CHEKAWA YESHE DORJE (2) : Sang Pembuka Gerbang Ajaran Lojong


Sharawa parinirvana pada tahun Ayam-Besi-Betina (1141). Awalnya, tak seorang pun mengetahui pemahaman mendalam Chekawa, yang diperoleh dari bimbingan Sharawa. Namun lama-kelamaan terlihat nyata. Di kediamannya di Kyormo Lung, Chekawa membawa seorang wanita penderita lepra yang kehilangan anggota tubuhnya, menyelimuti dengan jubahnya dan menggendongnya di punggung. Beliau memberi makan kepada para penderita lepra dan mengajarkan Dharma. Beliau memberikan ajaran lojong kepada beberapa dari mereka, dan di antaranya ada yang memahami serta memiliki pengabdian mendalam. Dari satu ke yang lainnya, ajaran pun tersebar di antara mereka . Oleh karena itu, ajaran ini disebut 'ajaran penderita lepra’.


Chekawa lalu pindah ke Dre. Pada awalnya beliau menolak mengajarkan lojong secara umum pada kumpulan yang besar. Sebaliknya, beliau mengajar secara diam-diam dengan memilih beberapa murid yang menurutnya mampu memahami. Namun belakangan beliau merasa tidaklah mungkin menentukan siapa yang akan memperoleh realisasi dan siapa yang tidak. Sehingga tidak selayaknya instruksi ini tetap dirahasiakan. Beliau lalu mengajarkan Tujuh Poin Instruksi Latihan Batin (Tib. Blo sybong don-bdun-md) kepada perkumpulan para bhiksu, dan sejak ini, tradisi mengajarkan lojong dalam perkumpulan terbuka dimulai.


Chekawa kemudian menuju Meldro dan mendirikan Biara Cheka, yang belakangan dikenal sebagai Cheka Nyingma (Cheka ‘Lama’). Beliau juga meramalkan bahwa muridnya, Se Chilbupa, akan mendirikan Biara Cheka ‘Baru’. Setelah itu Chekawa mengunjungi Ja Nurmo dan menyusun Sila Tiga Kemulian (Tib. mThar-thug-gsum-gyi gdam-spa). Beliau juga menyusun sebuah autobiografi dalam bait berikut:


Karena sifat mementingkan diriku sendiri,

aku mencari instruksi-instruksi,

Untuk menghancurkan sifat mementingkan diri ini,

Tanpa membedakan kebahagiaan, kesengsaraan, dan perkataan kasar.

Kini, meskipun aku harus mati, aku tidak menyesal!


Meninggalkan tanah kelahiran, teman-teman dan keluarga,

Kuupayakan kebajikan yang bebas dari kemelekatan.

Di kediaman guruku,

Kujalankan perbuatan bajik dari belajar, merenung, dan meditasi.

Kini, meskipun aku harus mati, aku tidak menyesal!


Tak kumuliakan keluarga layaknya dewa-dewa.

Kukenakan pakaian compang-camping dan hidup sederhana.

Tak kutunjukkan kedengkian pada teman.

Tak kukejar kemasyhuran dan tak kutimbun kekayaan.

Kini, meskipun aku harus mati, aku tidak menyesal!


Kuhindari pujian, upacara, dan ritual.

Tak kupuja para pendana layaknya dewa-dewa.

Tak kuterima pelayanan para bhiksuni.

Kupraktikkan kehidupan Sang Suci [Buddha].

Kini, meskipun aku harus mati, aku tidak menyesal!


Tak kulayani dan kupuja mereka yang memiliki kecantikan dan kekayaan.

Tak kulibatkan diri dalam peminjaman uang dan perdagangan

Tak kudirikan rumah-rumah dan biara-biara

Kini, meskipun aku harus mati, aku tidak menyesal!


Saat menjelang kematian pun, Chekawa selalu berkata, “Di dunia ini, tiada nada yang lebih indah dari nada lojong. Mohon bunyikan nada ini di telingaku.” Juga, “Sejak awal masa kecilku, aku tidak merasa ragu untuk mengambil penderita orang lain, bahkan aku merasa senang. Hingga saat ini aku tidak mengalami bahkan sedikitpun rasa ketidaknyamanan, yang ada hanya penglihatan akan Tanah Murni” Ketika kondisi fisiknya mulai menurun, adiknya memohon agar beliau memasuki sesi meditasi penyerapan. Akan tetapi Chekawa malah melafalkan beberapa kata tentang lojong.


Pada tahun Kambing-Ksyu-Betina (1175) di usia 75 tahun, Chekawa yang Agung memasuki parinirvana. Beliau telah mencari ajaran rahasia lojong sendirian selama Sembilan tahun, dan mencari nasehat dari hampir 80 guru sebelum akhirnya beliau mendapatkan ajaran tersebut dari guru Sharawa. Beliau menjadi muridnya selama 12 tahun. Selama 34 tahun setelah gurunya parinirvana, beliau terus mempraktikkan dan mengajarkan lojong. Inilah intisari dari praktek utama beliau, jalan Mahayana yang tidak lazim dan tidak didapatkan di tempat lain. Sejauh yang diketahui, Chekawa merupakan satu-satunya orang yang menerima latihan rahasia ini dari guru Sharawa. Instruksi latihan batin ini dibawa Jowo Atisa ke Tibet dari Lama Serlingpa, dan hanya ditransmisikan kepada Dromtonpa. Kemudian, dari Dromtonpa hanya kepada Potowa, dan dari Potowa hanya kepada Langri Thangpa dan Sharawa. Latihan yang sama persis diwariskan Chekawa kepada muridnya, Se Chilbupa, yang lalu menguasainya dengan baik dan seterusnya diturunkan dari guru ke murid dalam suatu garis silsilah tak terputus hingga ke guru-guru kita di masa kini.

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
Archive
Search By Tags
No tags yet.
bottom of page