top of page

Shonnu O (1075-1138) : Perwujudan Siswa Terunggul (Bag. 2)

Baca terlebih dahulu kisah Shonnu O (1)

Tibalah tahun yang menyedihkan, tahun 11O3. Chen-ngawa mempersiapkan diri untuk membabarkan ajaran terakhir kepada muridnya, yang saat itu menangis tersedu memohon agar selalu dibimbing oleh Sang Guru. “Harapan terbesarku adalah agar kita tetap menjadi ayah dan putra hingga engkau mencapai Dharmakaya.”


Setelah gurunya parinirvana, Shonnu O mengunjungi Phuchungwa dan Potawa dengan mempersembahkan sejumlah emas. Potawa menawarkan, “Tinggallah bersamaku. Aku akan membuatkan rumah dan menyediakan segala kebutuhanmu hingga engkau bisa mendedikasikan diri untuk bermeditasi,”


Akan tetapi, Jayulwa menolak karena khawatir akan membuat Tolungpa tidak senang. Ketika tinggal bersama Phuchungwa. beliau mendapat penampakan Buddha Acala (Tib. Miyowa]. Karena Buddha Acala adalah istadewata pelindung Chen-ngawa, Jayulwa yakin kemunculan ini bertujuan meredakan kesedihannya. Sejak hari itu, tak terhitung banyaknya penampakan para buddha dan bodhisatwa di hadapannya, seperti Mahakala, memegang sebuah belati dan cangkir tengkorak [Skt. kapala], maupun berbagai wujud Avalokitesvara. Saat sedang berjalan-jalan, beliau mendadak menangkap penampakan cendekiawan agung Nagabodhi, sang pemegang silsilah Guhyasamaja. Pada saat itu, beliau segera balik, lalu membuat persembahan berulang kali dan doa-doa sepenuh hati. Sejumlah Dakini yang menari pun muncul dihadapannya.


Sebelum kepergiannya, Chen-ngawa telah memberi instruksi: “Jangan terlibat dengan urusan duniawi dan jangan menjadi bhiksu [bhiksu yang ditahbiskan penuh]!”


Sehingga ketika didesak oleh Mang-ra Gompa untuk mengambil sila pentahbisan tertinggi, Shonnu O kembali teringat gurunya dan berusaha mematuhi impiannya. “Sebuah patung tidak memerlukan 2 cetakan.” Shonnu O menafsirkan ini sebagai bentuk penolakan. Akan tetapi, ketika permohonan tersebut diulang beberapa waktu kemudian, beliau bermimpi diberi sebuah jubah buatan India dan menganggap bahwa permohonannya telah dikabulkan. Shonnu O lalu menerima pentahbisan penuh dari Che Upa dibantu oleh Mang-ra dan Gya Sherab Bar. Dengan kebiasaannya yang tekun, beliau segera memohon ajaran Vinaya-sutra, sekali dari Langri Thangpa, dua kali dari Gya Sherab Bar dan sekali dari Sherab Lama, seniornya Tolungpa. Sebagai seorang yang memperoleh penampakan berbagai buddha dan mampu memahami Tripitaka sembari membuang sampah, beliau dengan kerendahan hati tetap mempelajari aturan kebiaraan hingga empat kali. Sesuai akan prakteknya, beliau sama sekali tidak membuat catatan.


Kepada orang yang menyatakan kekagumannya, beliau berkata, “Mencatat tidak akan memberi manfaat. Engkau harus merealisasikan keseluruhan ajaran dari sang jalan secara bersamaan.


Ketika itu beliau berusia 29 tahun. Beliau memulai retret panjang selama empat tahun.


Sesuai ramalan Chen-ngawa, tak lama Shonnu O menerima permintaan untuk mengajar. Tiba saatnya bagi beliau untuk mendirikan biara, tapi dimana? Di wilayah Dagpo, ada dua praktisi tantra yang berdiam di reruntuhan bangunan di Jayul. Mereka mempersembahkan tempat kediamannya kepada Shapa, yang lalu memberikannya ke Langri Thangpa. Namun ditolak karena adanya roh jahat di lokasi tersebut. Kemudian saat Shapa mempersembahkan tempat tersebut kepada Shonnu O, beliau menerimanya dengan senang hati. Cukup satu ritual dilakukan untuk menghalau hampir semua roh jahat agar pindah ke tempat lain dan beliau juga menaklukkan sang pemimpin, yakni sesosok naga yang kuat dengan hanya meletakkan tempat tidur di atasnya. Inilah awal dari kerja kerasnya selama 13 tahun mendatang. Jayulwa memanfaatkan kekuatannya untuk menghancurkan beberapa batu sambil menyembunyikan batu lainnya. Terdapat 42 pilar di aula utama dan 12 pilar di biara atas. Beruntung, sahabat Jayulwa, Sharawa mengirim bhiksu-bhiksu yang kuat untuk turut membantu. Sherseng, salah satu murid terdekat Shonnu O, bertanggung jawab mengatur pengerjaan proyek ini. dan memesan kayu berkualitas tinggi Nyangpo yang didatangkan dari Kangpo. Ketika biara atas telah selesai, timbul sedikit kekhawatiran dalam diri Sherseng: “Sekarang kita memiliki bangunan yang luas, tapi banyak sekali yang harus dimuat di dalamnya! Aku khawatir tidak ada cukup tempat bagi semua orang.”


Sherseng diracuni oleh seorang bhiksu bernama Shechung sebelum aula utama selesai dibangun. Saat terbaring sekarat, sang guru menenangkannya dengan berkata, “Tak ada yang perlu kau takutkan. Aku ada di sisimu.” Beliau lalu melakukan upacara agar anak didiknya terhindar dari kelahiran kembali di alam rendah.


Akhirnya, biara siap untuk diberkahi. Sang kepala biara menghabiskan banyak biaya dalam proses mewarnai dan berbagai penyelesaian lainnya, serta alat pendukung keyakinan. Beliau membawa tak kurang dari 73 salinan Sutra Kebijaksanaan 1OO,OOO bait untuk biara atas. Beliau mendirikan rupang dan stupa dengan tangannya sendiri, terutama, sebuah wadah relik perak untuk menjaga jantung Chen-ngawa yang agung.


Beliau berkata di hadapan peraamuan para bhiksu: “Konon, pembangunan tempat suci adalah tugas para raja, menteri dan bodhisatwa, bukan pekerjaan para bhiksu. Para guru seperti Buddhapalita, Atisa ketika berada di Nepal, dan Geshe Dromtonpa di Rating, telah mendirikan tempat-tempat suci di masa lampau. Tujuanku adalah memenuhi harapan-harapan guruku dengan menghormati Tri Ratna dan menyelesaikan pekerjaan yang bermanfaat bagi makhluk lain. Selama 12 atau 13 tahun ini, tiada hal lain yang aku sampaikan selain kematian dan ketidakkekalan. Semalam dan pagi ini, akhirnya aku mampu membangkitkan pemahaman sejati tentang ketidakkekalan dalam dan luar. Keyakinan sejati akan hukum sebab akibat kini lahir dalam diriku dan selamanya akan kuyakini. Penolakan samsara sesungguhnya telah muncul, juga cinta kasih dan welas asih sejati, batin pencerahan murni, serta pengetahuan sejati yang bebas dari kesalahan sehubungan dengan fenomena konvensional yang bagaikan ilusi, dan sifat alami dari hakikat tertinggi. Aku telah memperoleh pemahaman sempurna.”


Geshe-geshe Kadampa lain seperti Tashi Gomtson dan Mang-ra Gompa sebenarnya telah mengenali Shonnu O sebagai bodhisatwa sebelum beliau mengeluarkan pernyataan ini. Lhatse Nyigon suatu hari bertanya, “Yang Mulia, bagaimana cara engkau merealisasi kedua kebenaran?”


“Dalam wujud batin pencerahan konvensional bersamaan dengan pencerahan tertinggi.”


“Apakah engkau merealisasi kesunyataan dengan cara meleburkan batinmu atau meleburkan fenomena eksternal?” “Jika seseorang masih tertancap oleh anak panah di bagian dadanya, tidak ada gunanya mengoleskan obat pada luka tersebut. Jika pencuri bersembunyi di hutan lebat, tiada guna mengikuti jejak kakinya di dataran. Batinkulah yang kuleburkan ke kesunyataan. Penghalang eksternalpun akan hilang dengan sendirinya. Semuanya sunya.”


“Kapan engkau merealisasikan hal ini?”


“Aku merealisasikannya untuk pertama kali saat melayani Chen-ngawa.”


Murid beliau, Je Gampopa, bertanya padanya apakah pekerjaan pembangunan dan orang-orang di sekitar mengganggu meditasinya. "Tidak, sama sekali tidak.” Beliau juga menasehati murid-murid yang hendak pergi ke Tsang, “Aku tidak sekalipun memperhatikan urusan duniawi dalam hidup ini. Jika engkau berusaha keras memohon padaku, maka engkau akan mendapatkan hasilnya. Engkau tidak akan menemui halangan-halangan dan akan memperoleh berkahku.”


Suatu ketika, Shonnu O mengumumkan, "Terdapat banyak geshe Kadampa yang tidak tahu tentang tantra. Kalaupun ada, mereka belum menerima transmisi dari seorang guru. Aku telah terbiasa dengan kedua hal ini, baik ajaran tantra juga telah menerima transmisinya dari guruku dengan baik. Inilah sebabnya aku mengajarkannya.”


Bahkan beliau tidak pernah ragu menurunkan instruksi terkait Vajrayana, yang sebenarnya sedikit kurang lazim dalam silsilah Kadampa. Geshe Sharawa, yang tidak mudah memberi pujian, bahkan berkata, "Tak seorang pun mampu menggali kedalaman batin Jayulwa.” Keduanya sangat menghargai pertemuan mereka yang jarang terjadi. Shonnu O mengunjungi Sharawa untuk mengucapkan selamat jalan ketika Sharawa tinggal di Yegung. “Kita akan berjumpa lagi di Tushita.”


“Kita berdua belum tua,” jawab Sharawa. “Kita tentu akan berjumpa lagi.”


Harapan Sharawa tidak terwujud, karena sahabatnya berpulang ke sisi Maitreya tiga tahun kemudian.


Shonnu O mempersiapkan kepergiannya dengan baik. Pada tahun 1137, setahun sebelum parinirvana, beliau memastikan agar upacara besar untuk mengenang Chen-ngawa diadakan. Beliau berkata, “Mungkin nanti upacara seperti ini tidak lagi bisa dilakukan.” Ketika musim gugur tiba, Shonnu O menasihati pelayannya agar menyimpan banyak persediaan karena “akan tiba waktunya saat kita tak mampu memperoleh kebutuhan.” Terakhir, dalam sebuah upacara pentahbisan, beliau mengumumkan bahwa ini adalah upacara terakhirnya. Pernyataan ini diucapkan oleh seseorang yang telah melakukan banyak upacara, bahkan dari jarak jauh!



Pada hari ketiga bulan kesepuluh tahun Kuda-Tanah, waktu kepergian guru besar Jayulwa sudah sangat dekat. Ketika para murid bertanya apa yang harus mereka lakukan, beliau memerintahkan mereka, “Hormati sumpah dan janjimu. Meditasikan keyakinan dan penghormatan padaku. Kremasikan jasadku.”


“Guru, Guru,” beliau berbisik.


Kemudian berkata, “Tak ada yang meninggal. Tak perlu bersedih.” Beliau duduk dalam posisi berlian dan bermeditasi, kemudian minta dibantu berbaring dalam postur singa. Lalu beliau memasuki parinirvana pada usia 64 tahun. Pelangi dalam jumlah besar muncul mengelilingi wilayah tersebut. Sangat banyak peristiwa luar biasa terjadi bergantian pada saat kremasi karena kekuatan relik-reliknya, dan berbagai wujud Tara muncul bersamaan dengan stupa- stupa dan kerang-kerang yang ulirnya memutar ke kanan.


Dari 25OO muridnya, tak pelak Gyergomba yang paling cocok menggantikan Yang Sempurna Shonnu O dan bertanggungjawab dalam menyebarluaskan ajaran lamrim. Akan tetapi, banyak pula praktisi agung lainnya yang tetap menjaga dan membabarkan Ajaran, seperti Je Gampopa dan Chekhawa.


Sumber:

Byang-chub lam gyi rim-pa’I bla-,a bru=yud-pa’i rnam-par thar-pa rgyal bstan mdzes-pa-i rgyan mchog phul byung no bu’i phreng ba (lam rnam), karya Yongzin Yeshe Gyeltsen.

Karya asli berbahasa Inggris dikoordinasikan oleh Marie-Stella Boussemart berdasarkan petunjuk Venerable Dagpo Lama Rinpoche

Terjemahan dari Bahasa Prancis ke Inggiris kemudian ke Bahasa Indonesia oleh Tim Penerjemah di Yayasan Suvarna Dharma Chandra Loka, Bali-Indonesia

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
Archive
Search By Tags
No tags yet.
bottom of page