top of page

SANG-GYE ONTON (2) : Menempatkan Tahapan Jalan Menuju Pencerahan Sebagai Inti Praktek

Realisasi-realisasi Sang-gye Onton


Onton Rinpoche memperoleh kelahiran kembali yang sangat baik. Beliau belajar dengan tekun dan mendapatkan hasil yang sangat baik. Beliau telah pula banyak belajar di kehidupan lampaunya. Beliau selalu menyenangkan hati semua gurunya karena beliau menempatkan tahapan jalan menuju pencerahan sebagai inti prakteknya, sehingga memperoleh realisasi-realisasi tertinggi.


Setelah mempelajari jalan bersama-sama dengan praktisi berkapasitas kecil dan menengah, beliau memperoleh pemahaman yang jelas tentang penolakan samsara. Kemudian berlatih dalam mengamati etika murni, dan berhasil memperoleh realisasi-realisasi.


Beliau membangkitkan penghormatan sempurna kepada gurunya dan benar-benar menganggap Geshe Gyergomba (gurunya) sebagai Buddha dan istadewata pelindung dirinya, dengan melihatnya sebagai satu kesatuan.


Oleh karena keyakinan gurunya adalah seorang Buddha sudah tidak tergoyahkan lagi, beliau dipenuhi dengan berkah-berkah tubuh gurunya dan langsung mencerap perwujudan mendalam dari istadewata pelindungnya.


Juga karena beliau sesungguhnya mampu melihat gurunya sebagai Buddha, beliau menerima berkah-berkah ucapan gurunya dan mampu memahami serta mengembangkan keyakinan yang besar terhadap seluruh ajaran Sang Buddha.


Setelah menerima berkah-berkah batin gurunya, beliau menguasai semua bentuk jenis meditasi, dan khususnya, konsentrasi terpusat pada sifat, hakiki fenomena bagaikan ilusi.

Suatu pagi, saat fajar, di biara Rinchen Khang, setelah membangkitkan batin pencerahan dengan ikrar, beliau melihat cahaya seukuran cermin di mana 112 guru hadir. Mereka menurunkan seluruh instruksi tentang batin pencerahan.


Ketika Geshe Gyergomba memberikan inisiasi kepada kumpulan besar murid, Sang-gye Won melihat sembilan belas istadewata di hati gurunya. Bentuk kedua dari Geshe Gyergomba duduk di tengah-tengah mereka, di posisi pusat. Gyergomba memberinya empat inisiasi lengkap, dan arti keempat inisiasi ini menyatu dalam batinnya.


Suatu malam, Guru Lhuwapa menampakkan diri dalam mimpi Sang-gye Won dan menjelaskan pokok-pokok ajaran tantra. Beliau menceritakan mimpi ini kepada Geshe Gyergomba yang setuju dengan penjelasannya.


Geshe Gyergomba benar-benar senang dengan Sang-gye Won yang telah mengikutinya selama delapan belas tahun. Beliau mendedikasikan diri untuk belajar dan mendapatkan banyak hasil. Beliau juga taat dan menerapkan instruksi yang didapatkan ke dalam praktek. Perilakunya seperti yang digambarkan dalam teks cara bertumpu kepada seorang guru.


Ketika Yang Agung Geshe Gyergombu parinirvana. Sang-gye Won. yang saat itu berusia 34 tahun, melihat banyak buddha dan bodhisatwa memberikan persembahan kepada tubuh gurunya. Sang-gye Won penuh kesedihan. Namun pada saat yang sama, Geshe Gyergomba menampakkan diri kepadanya dan menghiburnya, “Ingat aku selalu, dan kesedihan pun akan hilang."


Beliau melihat lagi kehadiran Geshe Gyergomba saat berada di Nam Dom dan menerima semua transmisi lisan darinya.


Suatu saat, beliau berpikir tidak punya banyak waktu lagi untuk hidup, dan ingin mempersembahkan tempat tinggalnya untuk Geshe Lhowa serta mencari tempat tenang untuk retret. Tetapi Geshe Gyergomba, disertai oleh seorang pria berpakaian putih, menampakkan diri kepadanya dalam mimpi. Geshe Gyergomba menjelaskan kepada orang berpakaian putih tersebut, “Orang ini (Sang-gye Won) tidak membutuhkan apapun selain umur panjang. Aku memohon padamu, berikan itu padanya."


Esok hari, Sang-gye Won melantunkan banyak doa dan memohon untuk berumur panjang. Geshe Gyergomba lalu muncul kembali dalam mimpinya dan mengatakan bahwa Jowo Thukyi Chenpo telah memberinya berkah sehingga beliau akan hidup lebih lama lagi.


Saat upacara kremasi Geshe Gyergomba, Sang-gye Won melihat cahaya putih tak henti-hentinya terpancar dari hati para buddha dan bodhisatwa. Di tempat kremasi berlangsung, pada saat doa-doa pendahuluan upacara pemberkahan, beliau bertemu dengan Guru Nagabodhi, yang merupakan salah satu guru akarnya. Beliau memohon agar bias melihatnya setiap kali beliau inginkan.


Ketika tinggal di Rinchen Khang, beliau bermimpi sebuah hutan di mana terdapat gua yang menyenangkan dan dapat dihuni. Beliau masuk ke gua itu dan bertemu Naropa yang agung sedang membawa cangkir tengkorak penuh dengan nectar. Jowo Naropa bertanya, “Engkau mau?”


Sang-gye Won menjawab, “Ya, saya mau.”

Naropa memberinya nektar, inisiasi dan berkahnya.


Di lain waktu, ketika beliau berada di wilayah Kham, Onton yang agung berjalan-jalan di sekitar pegunungan. Guru Sangmopa, yang sedang dalam perjalanan kembali, melihatnya duduk di atas batu besar. Onton Ialu memanggilnya. “Apakah engkau berpapasan dengan sepasang yogi di perjalananmu?"


'Tidak, aku tidak melihat siapa pun." jawab Guru Sangmopa.


“Kalau begitu, mereka bukan orang biasa." kata Sang-gye Onton.


“Lalu orang macam apa mereka?" tanya Guru Sangmopa.


“Keduanya mengenakan anakara (Sejenis celana yang digunakan para yogi), dan sang yogini membawa sebuah vas. Dia berkata kepadaku: ‘Bermeditasilah tentang kesunyataan hakiki dari keberadaan yang berdiri sendiri. Lalu dalam perenungan ketiadaan keberadaan yang berdiri sendiri, meditasikan juga tetesan dan angin-angin. Latihlah pemusatan dan pelepasan, dan seterusnya. Jika engkau melakukan seperti yang aku jelaskan, engkau akan mengalami sukacita dari kesunyataan.”


Saat beliau sedang bermeditasi di tempat yang disebut ‘Batu Biru’, Sang-gye Won melihat kehadiran Nagarjuna dan murid utamanya, Aryadeva. Meskipun mereka tidak memperlihatkan aspek biasa dan mengambil bentuk lain, mereka masih hadir sebagai bhiksu. dan berdiskusi.


Suatu kali, saat Sanggye Won berada di biara Rating, beliau berniat untuk mengkonsultasikan buku riwayat hidup Jowo Atisa. Saat sedang berpikir tentang hal itu, Atisa tiba-tiba muncul dihadapannya. "Inilah yang kau butuhkan," sambil menunjukkan teks yang harus beliau baca.


Atisa juga mengatakan telah bertemu Sang Pelindung Maitreya di Tusita dan telah menerima ajaran darinya. Selama pembangunan biara dari Guru Sangmopa, Sang-gye Won melihat penampakan Jowo Miyowa, Tara, Vajrabhairava, Hayagriva, dan istadewata lainnya. Suatu hari di tempat dimana Lopon Sangmo pernah melihat Palden Lhamo dan kedua pengiringnya yang muncul di dinding guanya, pelindung wanita Tara, Sarasvati, dan Kurukule membuat persembahan kepada guru besar Onton untuk menghilangkan halangan-halangan. Kurukule berbicara, Sarasvati bertepuk tangan dan Tara menutup mulut.


Ini hanya beberapa contoh dari berbagai pengalaman dan realisasi Sang-gye Won. Selain itu, karena meditasinya telah mencapai keseimbangan batin, beliau memperoleh kekuatan, diantara lain, kewaskitaan. Namun, dalam silsilah instruksi lisan, kewaskitaan dan kemampuan untuk melihat istadewata pelindung tidak dianggap realisasi utama. Aktivitas utama adalah berkonsentrasi pada pengembangan batin pencerahan dan keinginan tulus untuk mencapai pembebasan.


Makhluk luar biasa dan berealisasi tinggi inilah yang membabarkan Ajaran Buddha di wilayah Rating sampai usia ke-73. Sang-gye Won membuat ajaran Kadam berkembang, memenuhi keinginan Lama Dromtonpa dan harapan makhluk hidup yang tak terhitung jumlahnya.


Onton Rinpoche dianggap sebagai reinkarnasi dan Bodhisatwa Kalden Singta (Bhagirathi). Beliau diramalkan menjadi salah satu dari Seribu Buddha di jaman keberuntungan ini (Bhudra Kalpa).


Dari biografi Kache Pandita kita dapat mengetahui beliau adalah bodhisatwa yang telah mencapai tahap tidak dapat merosot kembali. Dikatakan bahwa Malyadeva, arhat dari Singhai’i Ling (Sri Lanka) mengirim sebuah keranjang berisi empat bunga kepada adik cendekiawan agung Kashmir, Sakyasri, sambil memberi petunjuk. “Percayakan bunga ini kepada kakakmu yang berniat pergi ke Tibet. Beliau harus memberikan salah satu bunga ke Bodhisatwa Rinchen Pal, reinkarnasi Acarya Nagarjuna, yang tinggal di wilayah Bri. Beliau harus memberikan bunga lain kepada perwujudan Bodhisatwa Bhagirathi (Kalden Singta) yang tinggal di biara Ratnakuti. Beliau harus menyajikan bunga ketiga kepada penerjemah Gro-phug Lotsawa (Dvibasin), dan beliau juga harus meletakkan bunga di jantung rupang besar Gro-phug Byams-chen yang didirikan oleh Dvibasin (‘Ia yang Menguasai Dua Bahasa')"


Sang Cendekiawan Besar Kashmir mengambil bunga-bunganya dan membawanya ke setiap penerima sesuai dengan instruksi. Lalu, saat tinggal di biara Samye, beliau bertanya kepada Tara, apakah Onton benar-benar Bodhisatwa Bhagirathi.


Arya Tara menjawab. “Beliaulah Bhagin! Namun, keretanya (Skt. Ratha) akan segera patah karena meratakan lembah dan pegunungan orang biadab.”


Kache Pandita mendengar suara yang mengatakan kepadanya, “Engkau harus menemui salah satu dari seribu Buddha dari jaman keberuntungan ini. Semua orang harus mempersiapkan diri, terlibat dalam praktek, dan tanpa penundaan.” Begitu mendengar kata-kata ini, Sang-gye Onton muncul di hadapannya.


bersambung..


Sumber:

Byang-chub lam gyi rim-pa’I bla-,a bru=yud-pa’i rnam-par thar-pa rgyal bstan mdzes-pa-i rgyan mchog phul byung no bu’i phreng ba (lam rnam), karya Yongzin Yeshe Gyeltsen.

Karya asli berbahasa Inggris dikoordinasikan oleh Marie-Stella Boussemart berdasarkan petunjuk Venerable Dagpo Lama Rinpoche

Terjemahan dari Bahasa Prancis ke Inggiris kemudian ke Bahasa Indonesia oleh Tim Penerjemah di Yayasan Suvarna Dharma Chandra Loka, Bali-Indonesia

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
Archive
Search By Tags
No tags yet.
bottom of page